Sepertinya sih, gak mungkin SBY akan turun sebelum 2014. Mau nunggu bencana bertubi-tubi datang ke Indonesia juga sepertinya beliau enjoy aja tuh. Itu merupakan kesempatan dekat dengan rakyat, karena saat bencana datang, artinya saatnya kita mengeluarkan budget non-budgeter, selain itu bantuan dari luar negeri (baca: hutang) juga bertambah banyak dan tentu saja kasus-kasus yang menimpa kelompok pemerintah juga menjadi tidak aktual karena kalah oleh pemberitaan bencana. Apalagi ada berita menarik seputar bencana misalnya, seorang kuncen sakti yang meninggal lah... ada mata malaikat lah.. bla.. bla.. bla.. itu akan menjadikan stasiun tv berita memiliki rating tinggi karena informasi dan hiburan bersatu dalam sajian infotaintment J
Jadi kita anggap saja SBY dengan segala kelebihan dan kelemahan beliau, partai beliau, keluarga beliau dan teriakan-teriakan minor dari senayan atau pinggir trotoar, beliau tetap akan sampai pada 2014. Kalkulasi politik di parlemen yang 50% lebih dan pemilihan presiden secara langsung yang 60% lebih mendukung beliau serta komposisi kabinet bancakan akan mengukuhkan bahwa beliau adalah Raja kita sekarang. Saya menyebutnya raja, karena kok pola-pola kerajaan sekarang sedang trend di negara tercinta ini. Seorang raja biasanya melahirkan seorang pangeran, dan permaisuri. Pangeran dan permaisuri ini tidak perlu memiliki sifat adil, welas asih dan merakyat kok. Yang penting mampu melindungi kepentingan sang raja, itu saja. Dan seorang raja biasanya merasa risih dengan raja lainnya, misalnya Raja Keraton Ngayogyakarta dan seorang raja biasanya memiliki tabiat hierarki yang akut, sebut saja menyiapkan turunan atau pendampingnya sebagai raja berikutnya. Karena raja kita tidak memiliki selir (kita anggap saja begitu), maka Ibu Ani Yudoyono adalah kandidat terkuat pengganti beliau setelah 10 tahun menikmati segala fasilitas VVIP di republik ini. Tapi kita kesampingkan Ibu Ani karena itu adalah kesalahan terbesar bangsa ini jika memaksakan beliau memimpin menggantikan SBY. Saya akan bahas mengapa itu kita sebut kesalahan besar dalam artikel terpisah. Mari kita fokus, siapa kandidat terkuat yang layak menggantikan SBY.
Lalu siapa pengganti SBY itu? Hm... kita ambil tiga orang yang paling berpeluang:
1. Anas Urbaningrum (Ketua Demokrat, partai -nya SBY)
Anas berpembawaan kalem, tidak banyak bicara, berdarah Jawa, santun, mantan aktivis kampus, memiliki pengalaman mengelola pemilu dan yang mencengangkan adalah mengalahkan Andi Malarangeng yg digadang-gadang jagonya SBY itu dengan kampanye sunyi-nya. Anas berpeluang karena dengan menguasai mesin politik Demokrat, artinya ia dengan bebas menancapkan kuku-kuku pengaruhnya pada kader-kader demokrat di seluruh pelosok tanah air.
Anas masih tergolong muda. Baru belasan tahun lalu kita menyaksikannya di jalanan, sekarang ia menjelma menjadi seorang tokoh dengan pengaruh politik yang baik. Anas sepertinya tidak terlalu menyukai publikasi media, tetapi ia mampu menggalang orang-orang "gila" media seperti Ruhut Sitompul untuk mendukungnya. Dalam usianya yang muda, ia tidak hanya mengalahkan Andi Malarangeng tapi juga rekan seniornya yang menjadi ketua DPR sekarang - Marzuki Ali, sekaligus berkolaborasi dengan Ahmad Mubarok yang suka ber-kontroversi itu dan mampu meminang anak sang Raja dalam posisi strategis. Pendeknya, Anas itu seperti Obama-nya Indonesia.
Anas juga merupakan representasi kaum religius dalam tubuh Demokrat, selain militer dan kaum oportunis. Pendukung demokrat banyak dari kalangan militer yang bersimpati pada SBY, tapi juga kalangan agamawan yang menghendaki praktik politik spiritual tanpa direcoki simbol-simbol agama. Sisanya adalah kaum oportunis yang hanya bermaksud melanggengkan kepentingan dirinya saja. PKS, disebut-sebut mendukung Anas sebagai figur presiden RI selanjutnya.
2. Hatta Rajasa (Ketua PAN, Menko Ekuin kabinet bancakan SBY)
Dari semua politisi, mungkin Hatta Rajasa-lah orang yang mewarisi pemahaman senioritas yang baik seperti SBY. Hatta, sangat menghormati senior dan orang-orang yang lebih dulu berkecimpung di dunia politik seperti dia. Kita tahu, Hatta tidak pernah bersitegang dengan founding father-nya PAN - Amien Rais, berbeda misalnya dengan Sutrisno Bachir yang seolah "kacang lupa kulitnya" yang ingin me-Mataharikan PAN seperti dia saja yang berjuang membuat PAN.
Hatta yang malang melintang menjadi pengikut SBY yang setia, memastikan dia memiliki akar yang kokoh dari partai asalnya. Hatta mengalahkan ekonom pro rakyat Drajad Wibowo yang namanya tidak menarik setelah tokoh ini tidak memposisikan dirinya dengan kuat pada kasus Sri Mulyani karena menyetujui bailout bank century tsb dan lalu mengkritiknya ketika bailout itu ada masalah. Padahal, dari sisi kemampuan ekonomi, Pak Drajad lebih mumpuni dari seorang Hatta Rajasa yang lulusan ITB.
Sebagaimana karir seorang SBY yang dulu menjabat Menkopolkam, jabatan tertinggi dari seorang menteri lalu kemudian Presiden, maka Hatta Rajasa berpeluang kuat menjadi calon presiden pada 2014 kelak. Kuda-kudanya sudah cukup kuat, ia hanya perlu menggandeng wakil presiden dari partai besar lainnya yang mungkin berbeda warna dengannya. Partai itu sebaiknya bukan partai matahari atau bulan sabit. Tapi partai sekuler, atau sekuler yang ngaku-ngaku religius J
3. Aburizal Bakrie
Pria dengan kekayaan luar biasa. Hampir sejajar dengan bos-nya Grup Djarum, Grup Sampoerna, Grup Salim dan cukong-cukong kaya lainnya. Bedanya, ia pengusaha pribumi beragama islam seperti pemimpin PARA Group (Chairul Tanjung). Ini modal besar, tidak semua pengusaha diuntungkan dengan status seperti ini.
Ia memiliki dua stasiun TV melalui adiknya Anindya Bakrie di ANTV dan anak perusahaannya yg lain TVOne. Otomatis, portal berita VIVANews dan Inilah.Com akan Pro kepadanya. Penggunaan kalimat dan frasa yang merugikan kelompok bisnis mereka tidak akan muncul dalam siaran TV Bakrie Group, contohnya: "Lumpur Lapindo", jangan harap kata-kata itu ada pada media-media yang ia miliki. Kita akan mendengarnya dengan istilah lain yaitu "Lumpur Sidoarjo" sebuah pemilihan kata yang cerdas untuk memupus image buruk dan stigma masyarakat yang memang kejam sekejam lumpur yang menenggelamkan harapan masyarakat Sidoarjo. Ketika Ical dituduh bertemu Gayus di Bali, maka TVONe langsung membuat acara yang mengundang beliau dan hampir isi dari durasi acara tersebut bersifat bantahan dan pembelaan bos mereka tersebut. Wajar, kita harus bela siapa yg membayar kita, right? :-)
Uang.. uang.. dan uang.. satu komponen penting dalam penggalangan massa, tebar pesona, dan cengkeram pengaruh. Satu komponen wajib dalam alam demokrasi kapitalis saat ini. Mungkin, Anda perlu menjadi seorang Mbah Maridjan untuk menjadi tokoh yang dikagumi banyak orang, tapi menjadi tokoh politik sekelas presiden, anda butuh uang.
- Jika presiden gemar ke luar negeri, karena itu banyak peluang untuk meraup uang.
- Jika presiden melemahkan KPK, itu karena ia mengganggu masuknya uang.
- Jika presiden gemar berhutang, persetan dengan bunga tinggi dan generasi masa depan, toh semua negara termasuk negara maju seperti Perancis dan Korea Selatan juga didemo oleh buruh dan masyarakat pekerja, mengapa saya tidak?
- Jika presiden gentar dengan ancaman negeri tetangga, lalu mau dikemanakan TKI-TKI itu? Di Indonesia? Ah.. mereka hanya bikin pusing saja, di-PHK pasti bunuh diri, parahnya lagi ngajak anak istri... L
Marilah kita fokus pada ketiga orang tersebut dengan melihat tindak-tanduk mereka, mencatat rekam jejak mereka bertiga dan bila perlu melakukan debat terbuka untuk mereka bertiga terkait visi & misi mereka untuk Indonesia ke depan. Mari lupakan SBY... biarkan dia bahagia dengan keluh kesahnya itu, anggaplah dia telah berhasil menanamkan kepada benak mayarakat kita, bahwa menjadi seorang presiden itu harus gaya, menarik dan santun. Masalah esensi itu belakangan, yang penting rasanya.
sumber
No comments:
Post a Comment